JEJAKPAPUA.COM,MANOKWARI – Ketua Komite SD Inpres 22 Wosi, Yonas Yuventinus Sineri, menyampaikan klarifikasi kepada publik dan orang tua wali murid terkait sejumlah persoalan yang terjadi di lingkungan sekolah, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan pengadaan buku pelajaran,Jumat (25/7/2025).
Dalam pernyataannya, Yonas menjelaskan bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Juknis BOS, khususnya Pasal 58 dan 59, setiap satuan pendidikan yang menerima dana BOS wajib membentuk Tim BOS.
Tim ini terdiri dari Tim Arkas, yang berdasarkan Pasal 59 ayat 1 terdiri dari kepala sekolah, komite sekolah (yang mewakili orang tua wali murid), dan satu orang dewan guru.
“Saya dipilih secara sah oleh para orang tua murid sejak tahun 2023 sebagai Ketua Komite SD Inpres 22 Wosi. Namun hingga hari ini, saya tidak pernah diajak berkoordinasi oleh kepala sekolah terkait dengan perencanaan dan penandatanganan dokumen dalam sistem Arkas,” tegas Yonas Sineri.
Ia mengungkapkan kekhawatirannya karena namanya dicantumkan dalam Tim Arkas untuk periode tahun ajaran 2024/2025 tanpa persetujuan ataupun koordinasi terlebih dahulu.
Padahal, dalam setiap proses pencairan dana BOS, terdapat tiga pihak yang wajib menandatangani dokumen: kepala sekolah, bendahara sekolah, dan ketua komite.
“Saya sangat kecewa dengan kondisi ini. Jika di kemudian hari terjadi pemeriksaan atas dugaan penyalahgunaan dana BOS di sekolah ini, maka nama saya akan terseret karena tercantum sebagai bagian dari Tim Arkas. Padahal saya tidak pernah dilibatkan,” tambahnya.
Tak hanya soal administrasi BOS, Yonas juga menyoroti masalah pengadaan buku pelajaran di SD Inpres 22 Wosi.
Ia menyebut bahwa hingga kini tidak pernah ada rapat komite yang melibatkan orang tua wali murid untuk membahas atau menyepakati mekanisme jual beli buku di sekolah.
“Saya sendiri membeli buku untuk satu tahun ajaran, baik semester ganjil maupun genap, totalnya mencapai Rp700.000. Kalau saya mungkin masih bisa, tapi bagaimana dengan wali murid lain? Apakah mereka mampu?,” ujar Yonas.
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan komitmen pemerintah daerah Kabupaten Manokwari yang menjanjikan sekolah gratis dan pelayanan pendidikan yang inklusif dan transparan.
Yonas menambahkan bahwa pihak sekolah pernah menyatakan bahwa aturan tentang komite sudah tidak berlaku lagi.
Namun, fakta di lapangan membuktikan bahwa namanya masih tercantum dalam sistem Arkas tahun 2025, bahkan sudah digunakan dalam pencairan tahap pertama dana BOS.
“Saya harap bukti-bukti ini difoto dan dipublikasikan melalui media agar masyarakat luas mengetahui kejadian yang sebenarnya. Ini bukan hanya tentang saya, tapi soal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan,” tegasnya.
Untuk itu, Yonas meminta perhatian dari berbagai pihak, terutama dari Ombudsman, Inspektorat, dan Pemerintah Daerah, agar turut mengawasi dan menindaklanjuti persoalan ini. Ia juga berharap situasi serupa tidak terjadi di sekolah lain di wilayah Manokwari.
“Saya ingin masalah ini menjadi perhatian bersama demi memperbaiki mutu dan tata kelola pendidikan kita,” pungkas Yonas Sineri.JP13)