JEJAKPAPUA.COM, MANOKWARI – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua Barat, angkat bicara menanggapi aksi intoleran yang kian marak di ibu Pertiwi.
Beberapa aksi intoleran yang belakangan terjadi menunjukan bahwa negara Indonesia dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Hal ini mengisyaratkan adanya potensi perpecahan ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, FKUB Provinsi Papua Barat mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum tidak menjadi penonton saja, tetapi harus menindak oknum atau kelompok yang melakukan aksi tersebut.
Perbedaan seyogianya dilihat sebagai kekayaan dapat dirajut menjadi sesuatu yang indah, dalam kehidupan Bhineka Tunggal Ika.
“Kita prihatin terhadap realita di bangsa saat ini. Ketika ada tindakan intoleran dan kekerasan, sangat merendahkan martabat bangsa ini. Sebagai ketua FKUB Papua Barat, kami mengecam keras tindak intoleransi,” ungkap Ketua FKUB Papua Barat, Pdt. Zadrak Simbiak, Sabtu (1/8/2025) sore.
Menurutnya, tindakan intoleransi adalah virus yang sangat mematikan. Sebab, kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan usaha atau perjuangan dari kelompok maupun agama tertentu. Melainkan, perjuangan seluruh anak bangsa tanpa memandang suku, ras dan agama.
“Tindakan intoleransi harus di tindak tegas terhadap para pelaku. Namun juga negara harus menjamin kebebasan beribadah dan beragama setiap warga negara,” tandas Zadrak.
Berbeda halnya dengan kehidupan sosial beragama di provinsi Papua Barat. Pada kenyataannya, seluruh tokoh dan pemimpin agama sudah memainkan peran yang strategis, dalam membangun iman dan pola pemikiran umat, sehingga tercipta keharmonisan hidup berdampingan sebagai upaya merawat kerukunan dan kedamaian.
“FKUB ada di posisi yang strategis untuk menghimpun tokoh-tokoh dan pimpinan lembaga lintas agama, yang juga memiliki peran strategis karena berada ditengah masyarakat. Sehingga segala yang disampaikan, harus menginspirasi umat dalam cara berfikir dan bertindak,” sambungnya.
Melihat kondisi ini, FKUB Papua Barat telah berkomitmen akan menyuarakan tindak tegas pelaku intoleransi pada agenda Silaturahmi Nasional (Silatnas) FKUB se-Indonesia, yang rencananya berlangsung di Jakarta pada tanggal 5 – 7 Agustus 2025.
Selain isu intoleransi, ada juga beberapa regulasi yang dinilai sebagai pembatasan mendirikan rumah ibadah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) atau SKB 2 Menteri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006.
Ini lanjut Zadrak, sering menjadi kendala administrasi yang mengekang kebebasan beragama, sehingga patut ditinjau ulang.
“Kami berharap ini bisa dikawal dengan baik, dan semua agama diberikan ruang keadilan. Tidak boleh ada kepura-puraan dalam penanganan,” tutup Pdt. Zadrak.(JP20)